Aku bukan wanita yang gemar meng-upload
fotomu secara online dan menambahkan
kata-kata manis didalamnya, bukan pula wanita yang akan secara resmi
memperkenalkanmu kepada teman-teman dan orang tuaku, aku juga bukan wanita
paling sabar yang akan sering diam pada beberapa kondisi. Tapi aku hanya akan berkata-kata manis secara langsung
kepadamu di malam-malam yang tidak tentu, bukan karena supaya kau tahu aku
mencintaimu, hanya saja karena aku ingin, ketahuilah ketika aku mencintaimu,
hal itu adalah lebih dari kata-kata. Aku memang tak akan mempekenalkanmu secara
resmi kepada orang- orang disekitarku, tapi ketika kau menjemputku dan aku
sedang bersama teman-temanku, atau ketika kau sedang berkunjung ke rumahku,
maka tersenyumlah pada mereka. Pada kondisi tertentu, yang aku tidak suka,
marahku bisa meledak-ledak, kadang sulit ditenangkan, yang perlu kau lakukan
hanyalah memberikan aku segala sabarmu
yang tak ubahnya air, air yang mampu menenangkanku, atau bila kamu sedang ada
waktu, datanglah ke rumahku untuk bicara, rangkul aku sebentar dan mulailah
bicara. Percayalah, tak ada yang lebih menenangkan selain sebuah pelukan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak
banyak yang bisa aku kisahkan tentang perpisahan, memangnya apa yang bisa
kuhadirkan pada sebuah kisah tentang perpisahan selain kesedihan?
Perpisahan
kita bukanlah cerita baru, melainkan sebuah penggalan cerita lama. Yang
harusnya aku sadari sejak lama, bahwa perpisahan ini pernah terjadi, sehingga
ini bukan hal baru yang perlu aku tangisi. Tapi aku melakukannya, seolah ini
hal baru, yang tak pernah aku alami. Bukankah ada banyak kisah sebelum ini yang
berakhir sama?
Ya,
memang. Tapi denganmu adalah yang tak terduga. Bisa bersama denganmu pun
sebenarnya tidak pernah kuduga. Kisah yang berawal di bangku sekolah, yang
berlanjut hingga kelulusan, dan terus berlanjut hingga bangku kuliah. Aku masih
ingat 2015 lalu, kau begitu ingin
melanjutkan pendidikanmu diluar kota, doa-doa dan usaha pun mengantarkanmu ke
sebuah perguruan tinggi swasta di Jawa Barat, beribu kilometer jauhnya dari
Sumatera. Rinduku tak bisa sampai kesana, jadi ia hanya menetap disini,
menemaniku ketika sepi menghampiri. Tidak sedikitpun aku khawatir kau akan
tidak betah disana, namun memasuki minggu ke-3, aku pun mulai khawatir denganmu
yang terus bercerita bahwa kau ingin pulang. Masih kuingat sebuah kalimat yang
kau ucapkan padaku hari itu lewat pesan singkat, “I miss you. I miss my room. And I miss my playstation.” Kerinduan sederhana,
yang terlontar dari sosok sederhana sepertimu, membuatku mengiba, namun tetap
aku kuatkan dirimu, bahwa kau harus bertahan. Ada cita-cita yang harus kau raih
disana. Tapi kau menyerah, dan aku gagal.
Namun
aku tidak kemana-mana, aku tetap disana, tetap menemanimu. Selalu sebisa
mungkin membalas pesan singkat darimu yang datang hampir setiap menit. Aku
tidak ingin kau kesepian. Terutama, di keadaan psikologismu yang sempat
memburuk. Aku percaya tidak semua orang mau tetap ada untuk seseorang di
keadaan semacam itu, keadaan yang lumayan buruk menurutku. Di detik pertama kau
adalah sosok yang tenang dan menenangkan, namun beberapa detik berikutnya kau bisa
menjadi seseorang yang bukan dirimu. Dan itu terjadi hampir setiap hari. Aku
sendiri pun sempat dikendalikan oleh keadaan itu, aku takut hal ini akan
terjadi sepanjang hidupku. Tapi aku memilih untuk melawan dan terus berusaha
agar tetap ada buatmu. Dan aku senang, kita berhasil melewatinya.
Tahun
demi tahun kita lewati, masalah demi masalah datang menghampiri. Kita tidak
sekokoh gunung, pun tidak sehebat matahari. Kita pernah menyerah, namun tidak
sepenuhnya. Mungkin kita tidak pernah menyerah, hanya beristirahat sebentar
dari lelahnya berjuang. Aku pun menyadari kau bisa saja lelah dan menyerah, kau
pun bisa saja pergi dan memilih wanita lain yang punya banyak kelebihan
daripada aku, tapi aku selalu yakin bahwa kau bukanlah laki-laki seperti itu,
dan percayalah, keyakinanku ini tumbuh karena buah dari semua usahamu. Aku
tidaklah terlambat menyadari semua ini, aku hanya terlambat mengungkapkan.
Aku
mengungkapkan banyak hal setelah semuanya berubah. Kita tidak lagi tersenyum
untuk satu sama lain, kita tidak lagi menguatkan satu sama lain, aku bahkan
tidak lagi mengenali dirimu. Sebuah kutipan mengatakan, “Yang pergi bisa saja
datang lagi, tapi yang berubah sulit untuk kembali dikenali.” Aku setuju. Bayangkan
saja seseorang tidak lagi kukenali datang kembali, semuanya pasti terasa
berbeda.
Kau
benar, aku terlambat. Dan sepertinya, tak ada lagi yang bisa aku lakukan untuk
itu. Kau bahkan terlalu tidak mau peduli tentang apa yang terjadi padaku. Aku
tidak tahu harus bagaimana menyikapi ini, selain bersyukur karena Tuhan hanya
memisahkan hati kita dan bukannya alam kita. Setidaknya, aku masih bisa melihat
wajahmu sesekali meski hanya dari kejauhan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan
kau pun begitu, tidak terlalu gemar meng-update
media sosialmu, sekalipun kau lakukan, itu pasti bukan sebuah kiriman dengan
fotoku atau foto kita dengan kata-kata manis. Setidaknya, itulah standar
romantis yang berkembang saat ini. Tapi kau, bukanlah orang yang akan mengikuti
berbagai standar untuk mendapatkan suatu cap tertentu dari lingkungan sosialmu.
Sosokmu sangat sederhana, terlihat biasa saja, bahkan jarang mempedulikan
penampilan. Tapi, banyak yang kau simpan didalam sosokmu itu, banyak yang orang
tidak ketahui tentangmu. Tentang bagaimana kau mampu memperlakukan aku sebagai
wanitamu dengan spesial, tentang bagaimana kau mampu tak hanya menjadi seorang
kekasih bagiku namun juga menjadi seorang sahabat. Kita pernah menjadi sepasang
kekasih yang sebentar menjelma menjadi sepasang sahabat saat kita bermain playstation bersama, aku masih bisa
mengingat dengan jelas wajahmu yang jengkel karena aku kalahkan berkali-kali
dalam game UFC , aku juga ingat betapa sengit permainan kita dalam game Dinasty
Warrior. Kau pun bisa menjelma menjadi lawan politik bagiku. Terkadang kita
berbicara tentang politik, sejarah dunia, bahkan konspirasi. Pengetahuanmu yang
seringnya lebih luas dariku, menjadikanmu guru bagiku, namun kau sendiri selalu
membaginya tanpa terlihat menggurui. Sungguh, terlalu banyak hal tentangmu yang
aku sukai bahkan aku cintai, yang tidak pernah aku temukan pada sosok lainnya,
dan tentunya, hal-hal hebat tentangmu itu akan jadi hal yang selalu aku
rindukan.
Sekian.
Semoga nanti akan ada hal lain yang bisa aku ceritakan lagi tentangmu.