Jumat, 30 November 2012

Kertas Hijau


“udah bel, duluan ya kak.” Ujar Ariska dengan lembut.
“eh, iya, iya.” Jawab Bayu, gugup. Setelah tubuh mungil itu menghilang dari pandangannya, baru ia tersadar. “kenapa tadi tidak ku tanyakan ia kelas berapa, dan nomor handphone-nya. Aduh, bodoh!” ia berkata sendiri sambil berjalan menuju kelasnya. Ketika itu ia lebih mirip orang gila yang bertebaran di jalan raya.
Siang ini tampak matahari sedang dalam perasaan ceria, dan ia bersinar sesuka hatinya hingga panasnya bagai merobek kulit. Ariska pulang dengan jalan kaki hari ini, buatnya siang hari yang panas ini benar-benar sempurna. Sempurna yang dimaksud adalah penderitaan.
Di sisi kiri dan kanan jalanan terlihat dua orang laki-laki yang sama-sama mengendarai sepeda motor sport. Salah satu dari mereka, sudah pasti Arka, yang satu lagi?. Seketika laki-laki yang wajahnya tertutup helm itu menghampiri Ariska bersama dengan sepeda motor sport-nya.
“Hai, cantiiiiiik ... pulang bareng abang yuk.” Laki-laki itu menggoda. Arka hanya memperhatikah adegan itu, ia terlalu takut untuk maju, ia terlalu takut akan babak belur lantaran laki-laki misterius itu. Karena secara fisik, Arka memang kalah besar. Dan juga kalah nyali, pasti.
“ih, apaan sih!? Gak usah norak ya!” Ariska berusaha marah dan membentak orang itu. Namun tetap ia tidak bisa marah, karena pembawaan bicara Ariska memang tidak ada bedanya saat sedang marah atau keadaan apapun. Tutur katanya lembut.
laki-laki itu lalu membuka helm nya “hei, ini aku. Bayu”
“oh, aku kira orang usil. Sorry udah ngebentak.” Ariska menjelaskan.
“ngebentak?” Bayu tertawa kecil. “udah yuk, buruan naik, panas nih.”
Ariska hanya tersenyum lalu naik duduk ke atas jok bagian belakang motor itu. Dan ketika itu, ia menoleh ke belakang dan ia mendapati Arka sedang memperhatikannya dengan saksama seakan tanpa berkedip. Lalu motor itu melaju cepat seakan berlomba dengan angin.

 to be continued ...

Kertas Hijau


Agustus 2009 ...
 “thanks tebengannya, see you.” ujar Ariska dengan tersenyum.
“sama-sama, see you too” jawab Arka dengan senyuman hangatnya yang mampu melelehkan hati banyak perempuan.
Arka pun berlalu bersama deru sepeda motor alus-nya. Hari ini, Arka sangat senang dan saking senangnya, ia bersama sepeda motornya hampir terbang ke langit. Ini karena ia mengantar Ariska pulang. Ariska ini perempuan cantik yang ia taksir sejak masa-masa orientasi dulu. Ia tahu, ia menyukai Ariska, tapi ia tak tahu, apakah Ariska menyukainya, atau tidak. Ia selalu berusaha bersikap biasa pada Ariska, tidak menunjukkan jelas bahwa ia menyukainya.
Tiba di kerajaannya, di kamar tidurnya, Ariska langsung membanting badannya ke pulau pribadinya, tempat tidurnya. Ia memejamkan matanya, berusaha mengingat mimpi apa dia semalam sehingga bisa diantar pulang oleh Pangeran Sekolah, pangeran yang ia impikan untuk mendampinginya sejak zaman orientasi sekolah dulu. Ariska tersenyum mengingat bagaimana ajakan Arka tadi,  Ayo, biar gue anter. Dan lagi, ia tersenyum membayangkan betapa tampan paras itu, betapa indah dan tajam mata itu, hingga betapa sosok itu telah membuatnya jatuh, jatuh cinta.
“Ariska! Ayo makan dulu!” suara bernada tinggi itu tidak lain berasal dari sang mama.
“iya ma.” Ariska menjawab sekenanya. Fikirannya tentang Arka seketika buyar ketika mendengar suara mama.
Di sudut sana, Arka sedang memikirkan yang duduk di jok bagian belakang sepeda motornya tadi, memikirkan betapa indah makhluk Tuhan satu itu, dan juga memikirkan bisakah Arka dan Ariska bersama? Minimal untuk beberapa waktu, tapi harapannya adalah untuk selamanya.
September 2009 ...
“Hai, Ariska ... “ sapa sekelompok anak laki-laki disitu.
Menanggapi itu, Ariska hanya tersenyum kepada mereka yang menyapa. Sorot matanya mencari-cari, mencari seseorang, seseorang yang selalu ia nanti-nanti, ketika itu, yang dicari menyapa dari belakang.
“Pagi, Ariska!” sapa Arka, ramah.
“Pagi!” Ariska membalas dengan ramah. Matanya menangkap sekelompok anak perempuan sedang memperhatikan mereka, sepertinya bergunjing. Tapi, Ariska tak memperdulikannya.
“mau ke kelas?” tanyanya, basa-basi.
“iya.” jawab Ariska sambil mengangguk.
“yuk.” Balas Arka, singkat. Kemudian mereka mulai berjalan.
Sepanjang perjalanan mereka menuju kelas yang letaknya di lantai tiga, mereka selalu diperhatikan oleh mata sinis. Baik itu memandang Ariska, atau memandang Arka. Ini karena keduanya yang merupakan idola, Arka, diidolakan oleh banyak anak perempuan karena ketampanannya. Dan Ariska, diidolakan oleh banyak anak laki-laki karena cantiknya. Mereka tidak satu kelas, kelas mereka berseberangan.
Sampai di tempat duduknya dan Ariska memeriksa kolong laci mejanya dengan niat membersihkannya, siapa tahu ada sampah disana. Bukan sampah yang ia temukan, melainkan sepucuk surat, bukan surat, hanya kertas berwarna hijau berisi tulisan yang dilipat menjadi dua bagian dan di bagian depannya tertulis Buat Ariska Windiah Utama. Tapi, tidak tercantum siapa pengirimnya.
GOR Sekolah, Hari ini, Pulang Sekolah
Jangan sampe gak dateng ya :)
 Begitu bunyi kertas hijau itu.
Ariska menebak-nebak siapa pengirimnya. Dan tebakannya jatuh pada Arka Fajar Putra Hadi. Sontak ia kegirangan, apalagi jika tebakannya benar. Sebelum benar terbukti saja ia sudah kegirangan, apalagi jika terbukti. Selama jam pelajaran, fikirannya melayang tentang apa yang akan terjadi nanti sepulang sekolah di Gedung Olahraga Sekolah.

to be continued ...