Agustus 2009 ...
“thanks tebengannya, see you.” ujar Ariska
dengan tersenyum.
“sama-sama, see you too” jawab Arka dengan senyuman hangatnya yang mampu
melelehkan hati banyak perempuan.
Arka pun berlalu
bersama deru sepeda motor alus-nya.
Hari ini, Arka sangat senang dan saking senangnya, ia bersama sepeda motornya
hampir terbang ke langit. Ini karena ia mengantar Ariska pulang. Ariska ini
perempuan cantik yang ia taksir sejak masa-masa orientasi dulu. Ia tahu, ia
menyukai Ariska, tapi ia tak tahu, apakah Ariska menyukainya, atau tidak. Ia
selalu berusaha bersikap biasa pada Ariska, tidak menunjukkan jelas bahwa ia menyukainya.
Tiba di kerajaannya, di
kamar tidurnya, Ariska langsung membanting badannya ke pulau pribadinya, tempat
tidurnya. Ia memejamkan matanya, berusaha mengingat mimpi apa dia semalam
sehingga bisa diantar pulang oleh Pangeran
Sekolah, pangeran yang ia impikan untuk mendampinginya sejak zaman
orientasi sekolah dulu. Ariska tersenyum mengingat bagaimana ajakan Arka
tadi, Ayo, biar gue anter. Dan lagi, ia tersenyum membayangkan betapa
tampan paras itu, betapa indah dan tajam mata itu, hingga betapa sosok itu
telah membuatnya jatuh, jatuh cinta.
“Ariska! Ayo makan dulu!”
suara bernada tinggi itu tidak lain berasal dari sang mama.
“iya ma.” Ariska menjawab sekenanya. Fikirannya tentang Arka seketika buyar
ketika mendengar suara mama.
Di sudut sana, Arka
sedang memikirkan yang duduk di jok bagian belakang sepeda motornya tadi,
memikirkan betapa indah makhluk Tuhan satu itu, dan juga memikirkan bisakah Arka
dan Ariska bersama? Minimal untuk beberapa waktu, tapi harapannya adalah untuk
selamanya.
September 2009 ...
“Hai, Ariska ... “ sapa
sekelompok anak laki-laki disitu.
Menanggapi itu, Ariska hanya tersenyum kepada mereka yang menyapa. Sorot
matanya mencari-cari, mencari seseorang, seseorang yang selalu ia nanti-nanti,
ketika itu, yang dicari menyapa dari belakang.
“Pagi, Ariska!” sapa
Arka, ramah.
“Pagi!” Ariska membalas dengan ramah. Matanya menangkap sekelompok anak
perempuan sedang memperhatikan mereka, sepertinya bergunjing. Tapi, Ariska tak
memperdulikannya.
“mau ke kelas?” tanyanya, basa-basi.
“iya.” jawab Ariska sambil mengangguk.
“yuk.” Balas Arka, singkat. Kemudian mereka mulai berjalan.
Sepanjang perjalanan
mereka menuju kelas yang letaknya di lantai tiga, mereka selalu diperhatikan
oleh mata sinis. Baik itu memandang Ariska, atau memandang Arka. Ini karena
keduanya yang merupakan idola, Arka, diidolakan oleh banyak anak perempuan
karena ketampanannya. Dan Ariska, diidolakan oleh banyak anak laki-laki karena
cantiknya. Mereka tidak satu kelas, kelas mereka berseberangan.
Sampai di tempat
duduknya dan Ariska memeriksa kolong laci mejanya dengan niat membersihkannya,
siapa tahu ada sampah disana. Bukan sampah yang ia temukan, melainkan sepucuk
surat, bukan surat, hanya kertas berwarna hijau berisi tulisan yang dilipat
menjadi dua bagian dan di bagian depannya tertulis Buat Ariska Windiah Utama. Tapi, tidak tercantum siapa pengirimnya.
GOR Sekolah, Hari ini, Pulang
Sekolah
Jangan sampe gak dateng ya :)
Begitu bunyi kertas
hijau itu.
Ariska menebak-nebak
siapa pengirimnya. Dan tebakannya jatuh pada Arka Fajar Putra Hadi. Sontak ia kegirangan, apalagi jika tebakannya
benar. Sebelum benar terbukti saja ia sudah kegirangan, apalagi jika terbukti.
Selama jam pelajaran, fikirannya melayang tentang apa yang akan terjadi nanti
sepulang sekolah di Gedung Olahraga Sekolah.
to be continued ...